Minggu, 10 Agustus 2014

Saya memilih Jokowi waktu pilpres karena 2 alasan



Saya memilih Jokowi waktu pilpres karena 2 alasan

Saya memilih Jokowi waktu pilpres karena 2 alasan, bukan sekedar karena 2 jari. Pertama, karena ingin perubahan bagi bangsa ini. Kedua, karena karakter Jokowi memang beda, dan perbedaan karakter inilah yang akan menjadi kekuatan istimewa dalam menggerakkan perubahan2 yang memang diperlukan bagi perombakan birokratis dan konspirasi.

Namun, sebagai penulis pinggiran yang memahami sedikit teori komunikasi dan sedikit teori psikologi, serta teori pendidikan, saya sangat menyayangkan dampak buruk yang masih bercokol di group ini. Disadari atau tidak, para anggota group sedang dijadikan sasaran obok2 menghancurkan semangat positif.

Pertama, adu komen atas suatu posting yang bersifat cemooh baik "manis tuturnya tapi menohok" maupun "yang kasar dan jorok" masih saja muncul. Bisa dari pemilih Jokowi, bisa dari pemilih Prabowo yang panas hati. Untuk apa hal ini terus dilakukan? Apa untungnya ya, buat teman2?

Kedua, ada indikasi orang-orang tertentu yg memang sengaja melakukan posting yang provokatif memancing emosi. Dia bersorak sorai sendiri di tempatnya ketika "puas" bahwa posting tersebut laku keras menuai "bully"... dan misinya memancing emosi berhasil. Saya sungguh menyayangkan hal ini, karena tanpa disadari pemilih Jokowi tidak belajar dari karakter Jokowi. Sejak kompetisi di pilpres, tidak sekalipun Jokowi merendahkan Prabowo, sekalipun Jokowi mengalami serangan bertubi-tubi.

Sesungguhnya, kita tidak bisa "membela" baik Jokowi maupun Prabowo. Kedua-duanya pada akhirnya harus bertanggung jawab kepada Allah dan kepada seluruh Rakyat Indonesia. Baik pendukung Prabowo (bayaran atau bukan) maupun pendukung Jokowi (relawan perorangan yg dijadikan satu karena kesadaran ingin perubahan) sama2 memiliki tanggung jawab kepada Allah dan juga kepada seluruh rakyat, sekalipun bukan pemimpin.

Ijinkan saya tegaskan hukum universal dalam rupa hukum moral... "Kalau akibat satu orang provokator terjadi kekisruhan yang besar, maka seluruh akibat dr kekisruhan itu akan ditanggungkan kepada sang provokator itu. Apalagi bila dia melakukannya karena uang. Dia sendiri akan terus dikejar oleh akibat2 langsung dan tidak langsung dari perbuatannya". Ini hukum tidak tertulis, namun buktinya dari generasi ke generasi adalah nyata. Keturunan orang2 berbudi luhur lahir dari orang yang manis bertutur dan santun.
Siapa menabur angin, dia akan menuai badai. Siapa menabur benih cemooh, akan menuai malu. Siapa menabur benih kemarahan, akan menuai caci maki, siapa menabur benih permusuhan, akan menuai laknat.

Saya percaya, kalau Anda bisa menulis, Anda juga bisa membaca. Kalau Anda bisa membaca, Anda juga bisa belajar berpikir dan merenungkan apa yang Anda tangkap dari bacaan tersebut.

Pilih mana? Beri komen dan jadi tambah bernafsu... atau diamkan saja? Komen2 buruk yg Anda baca, bilamana tidak discreening sendiri, menjalar seperti penyakit kanker, atau nagih seburuk narkoba.

Hanya Anda sendiri yang dapat memutus mata rantainya dengan sikap memilih untuk menghentikannya. Sekarang!
Salam Revolusi Mental sendiri, sebelum merevolusi mental orang lain. 

Mumpung masih bulan Syawal.

Source : https://www.facebook.com/groups/Jokowi.Indonesiabaru/permalink/355892394594063/
Sifra Susi Langi
Sifra Susi Langi

0 komentar :

Posting Komentar

Blogroll