Mengapa Korupsi Harus Dilawan?
Mengapa Korupsi Harus Dilawan?
Masalah
korupsi di Indonesia tak pernah habis diperbincangkan. Boleh dibilang,
korupsi yang sudah berkembang secara sistemik dan endemik dapat
ditemukan dimana saja di negeri ini. Virus korupsi sudah menyebar ke
mana-mana. Jika semula korupsi hanya terjadi di lembaga eksekutif
(pemerintahan), kini sudah merambah ke lembaga legislatif (DPR), bahkan
lembaga yudikatif (institusi penegakan hukum dan peradilan).
Korupsi terjadi bila ada “kesempatan “ dan “dorongan”.
Kemiskinan dapat memicu dorongan melakukan korupsi. Namun, korupsi
lebih banyak terjadi karena kerakusan seseorang ketimbang untuk
kebutuhan menghidupi diri.
Harus dilawan
Korupsi harus kita lawan, karena secara kebahasaan korupsi berasal dari bahasa Latin, corruption yang berarti pembusukan, kerusakan, kemerosotan, dan penyuapan. Maka seorang koruptor adalah seorang yang busuk atak merusak.
Korupsi
harus kita lawan , karena korupsi merupakan kejahatan luar biasa.
Konferensi global menentang korupsi di Washington DC, tahun 1999
menegaskan bahwa korupsi merupakan ancaman dan bahaya terhadap upaya
memerangi kemiskinan di seluruh dunia.
Menurut Adnan Topan Husodo dari ICW (2010) ada dua perbedaan mendasar antara kejahatan korupsi dibandingkan kejahatan kriminal lainnya. Pertama, kejahatan korupsi identik dengan white collar crime yang artinya pelaku korupsi adalah orang-orang yang pintar, terpandang, dan memiliki posisi khusus di tengah masyarakat yang dipimpinnya.
Oleh
karena itu, mereka selalu bisa dan berupaya berkelit dari jerat korupsi
yang dituduhkan dengan berbagai cara, baik melalui strategi impunitas
politik karena kekuasaan yang dimilikinya, sogok menyogok dengan aparat penegak hukum , hingga mengerahkan para pengacara paling hebat untuk membelanya.
Kedua,
korupsi adalah kejahatan kalkulatif. Pelakunya sudah memperhitungkan
dengan matang segala risiko dan keuntungan yang bisa diperolehnya
sebelum kejahatan itu dilakukan.
Korupsi harus kita lawan, karena korupsi bukan hanya melanggar hukum tetapi
juga telah melanggar hak asasi warga untuk hidup sejahtera. Korupsi
telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi, seperti transparasi dan
akuntabilitas. Korupsi telah menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat dan
korupsi telah menghambat pembangunan berkelanjutan.
Korupsi
harus kita lawan, karena rakyatlah yang harus menanggung dampak dan
akibatnya. Kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kesenjangan,
ketimpangan, busung lapar dan gizi buruk, konflik horizontal, dan
sebagainya merupakan dampak langsung dari maraknya korupsi.
Bukan
hanya itu, korupsi dapat merusak seluruh sendi kehidupan bangsa,
menhancurkan moral masyarakat dan menimbulkan kemiskinan absolute.
Korupsi juga menghambat upaya bangsa untuk meningkatkan peradaban guna bersaing dengan bangsa lain.
Untuk
konteks Indonesia, elit justru mengajarkan kepada rakyat untuk
melakukan korupsi. Kondisi ini jelas terlihat dalam proses pemilu (pileg
maupun pilpres) dan pemilihan kepala daerah. Rakyat dipaksa menerima
suap dari elit agar memilih mereka.
Atas
dasar itulah dunia internasional mengumandangkan perang melawan korupsi
melalui konvensi internasional melawan korupsi atau United Nation Convention Against Corruption.
Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-Moon menegaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan terhadap umat manusia (crimes againt humanity) dan bukan sekedar kejahatan luar biasa (extraordinary).
Dan korupsi di suatu negara kini bukan lagi masalah negara itu sendiri,
tetapi sudah menjadi kepedulian semua bangsa dan negara di dunia.
Mengapa
korupsi disebut musuh umat manusia? Ban Ki-Moon kembali menegaskan
karena harta yang dikorupsi dapat membiayai program sosial dan
infrastruktur publik.
Korupsi
harus kita lawan, karena korupsi telah dilakukan secara sistemik,
terorganisir dan bahkan berjamaah. Tidak ada korupsi yang tidak
direncanakan. Lihat saja kasusu-kasus korupsi, orang-orang yang terlibat
ini sudah merencanakan hasil dari perbuatan korupsinya ini dan
dilakukan dimana saja. Korupsi ni juga melibatkan pihak-pihak lain.
Perbuatan
korupsi pada hakikatnya merupakan kerakusan. Para pelakunya adalah
mereka yang sehari-hari hidup berkecukupan. Karena itu latar belakang
perbuatan korupsi bukan sekedar memenuhi kebutuhan, melainkan untuk
memenuhi hasrat kemewahan.
Korupsi
harus kita lawan, karena hukum yang lemah. Meski Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) telah membongkar berbagai kasus korupsi, bahkan telah
menangkap tangan para koruptor ternyata korupsi masih merajalela.
Mengapa
korupsi main semarak? Karena hukuman bagi koruptor sangat ringan. Di
negeri ini koruptor seakan-akan mendapat keistimewaan —- Ingat kasus
pelaku korupsi mendapat kamar istimewa di rumah tahanan. Selain
mendapat hukuman ringan, fasilitas mewah di penjara dan remisi atau
potongan masa hukuman dan setelah keluar penjara bisa hidup normal
dengan kekayaan hasil korupsi.
Hukum yang ditegakkan bagi koruptor ternyata tidak menciptakan efek jera. Meski koruptor sudah dijatuhi hukuman penjara maksimal, ternyata tidak menyurutkan koruptor lainnya. Oleh karenanya ada usulan agar hukuman bagi koruptor diperberat bahkan bila perlu di hukum mati.
Negara
China dan Latvia sudah menegakkan hukuman berat bagi koruptor. Menurut
Mahfud MD, Indonesia perlu belajar dari China dan Latvia yang berani
melakukan perombakan besar untuk menumpas korupsi di negaranya. Di China dilakukan
pemutihan semua koruptor yang melakukan korupsi sebelum tahun 1998.
Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tetapi begitu ada korupsi
sehari sesudah pemutihan, pejabat itu langsung dijatuhi hukuman mati.
Tahun
1998, Latvia adalah negara yang korup. Untuk memberantas korupsi yang
parah, negara itu menerapkan UU lustrasi nasional atau UU pemotongan
generasi, melalui UU itu, semua pejabat eselon II diberhentikan dan
semua pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 dilarang
aktif kembali. Sekarang negara ini menjadi negara yang benar-benar
bersih dari korupsi. ****
Oleh : Maulana Muladi
Oleh : Maulana Muladi
source : http://politik.kompasiana.com/2014/08/06/mengapa-korupsi-harus-dilawan-678303.html
0 komentar :
Posting Komentar