Selasa, 05 Agustus 2014

“Revolusi Mental” a la Forum Academia NTT, Sebuah Kontribusi Nyata Dr. Jonatan Lassa

 

Dr. Jonatan Lassa berbicara pada acara penganugerahan NTT Academia Award 2013 (Dok. FAN/Nike Frans). Dr. Jonatan Lassa berbicara pada acara penganugerahan NTT Academia Award 2013 (Dok. FAN/Nike Frans).

“Revolusi Mental” a la Forum Academia NTT, Sebuah Kontribusi Nyata Dr. Jonatan Lassa

 

Dorongan semangat untuk terus mengasah kemampuan dan terus berusaha memperoleh beasiswa studi lanjut (S2) ke luar negeri (LN) selalu diucapkan dalam setiap kesempatan berjumpa dengan Dr. Ing. Jonatan Lassa, MSc. Sejak mengenalnya awal dekade 2000-an, entah sudah berapa banyak kali ungkapan, “tembak sepuluh pasti dapat satu” terlontar dari mulutnya memotivasi saya untuk terus berusaha melamar beasiswa. Kalimat itu sebagai penyederhanaan dari prinsip, “If you search not much, you may find not much” bila tidak banyak yang anda cari/kejar, mungkin tidak banyak pula yang anda dapatkan).
Dr. Jonatan Lassa berbicara pada acara penganugerahan NTT Academia Award 2013 (Dok. FAN/Nike Frans).
Dr. Jonatan Lassa berbicara pada acara penganugerahan NTT Academia Award 2013 (Dok. FAN/Nike Frans).
Awal mengenalnya, saya masih tercatat sebagai mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana Kupang. Pertanyaan, “sudah kirim berapa lamaran bu(ng)?” Atau, “sudah tentukan bidang yang ingin digeluti dan sudah paham relevansinya bagi NTT?” Adalah pertanyaan-pertanyaan yang selalu terlontar. Tak lupa pula beliau menanyakan perkembangan nilai TOEFL sebagai syarat untuk lebih mudah menggenggam sebuah beasiswa.
Beliau seolah tak bosan berbagi tips dan trik meraih beasiswa LN serta selalu bersedia memberikan surat rekomendasi, syarat lain yang pasti diminta penyedia beasiswa.
Singkatnya bila menyebut nama Jonatan Lassa yang pertama terbayang pasti motivasi untuk melanjutkan studi di dalam maupun luar negeri dengan beasiswa. Beliau selalu meyakinkan kalau kemampuan orang NTT dalam hal pendidikan tidak tertinggal dari daerah lain. Stigma tertinggal harus dieliminir, gantikan dengan kepercayaan diri bahwa kita mampu, apapun rintangannya. Kualitas SDM NTT tidak kalah dengan orang dari daerah lain di Indonesia.
Tidak ada orang yang bodoh, hanya orang yang malas berusaha. Berbagai hambatan seperti keterbatasan ekonomi bisa diatasi dengan mencari beasiswa, minimnya fasilitas pendidikan yang tersedia di NTT bisa diakali dengan mencarinya ke luar daerah hingga luar negeri. Strategi yang ditawarkan adalah tempuh dulu jenjang S1 di perguruan tinggi lokal yang ada di NTT sambil memperlengkapi diri untuk bisa meraih beasiswa S2-S3 di luar.
Sebagian penerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) tahun 2012 ketika sedang kursus pemantapan Bahasa Inggris di Bali (Dok. Odi Selan).
Sebagian penerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) tahun 2012 ketika sedang kursus pemantapan Bahasa Inggris di Bali (Dok. Odi Selan).
Berbagai motivasi itu diberikan bukan sekedar retorika belaka karena beliau sendiri telah membuktikannya. Tamat dari sebuah SMA Negeri di Kabupaten Timor Tengah Selatan, beliau melanjutkan studi S1 ke Universitas Widya Mandira Kupang. Studi pasca sarjana ditempuh di University of East Anglia Inggris, lalu melajutkan studi doktoral di University of Bonn Jerman dan terakhir menempuh post doctoral di Harvard University Amerika Serikat. Studi S2 hingga post doctoral dijalani dengan beasiswa penuh.
Begitu kuatnya motivasi yang diberikan Dr. Lassa membuat saya bertekad untuk bisa melanjutkan studi ke LN apapun kondisinya. Hingga ketika tahun 2010 saya berhasil menembus tahap akhir seleksi beasiswa International Fellowships Program (IFP) - Ford Foundation, saya berani untuk diwawancarai sekalipun dalam kondisi kritis di ICU akibat penyakit Mielitis Transversa. Saaat diwawancarai di ruang ICU RSUD WZ Yohannes Kupang, saya dalam kondisi nyaris tidak bisa berbicara dan sekujur tubuh melekat berbagai atribut khas ICU seperti O2, infus, alat perekam kinerja jantung, tensimeter, hingga selang NGT yang dimasukkan ke lambung lewat hidung. Lebih lengkapnya baca artikel Impianku Meraih Ilmu di Luar Negeri Kandas di ICU.
Itulah sekilas gambaran pengaruh Dr. Jonatan Lassa yang saya rasakan secara pribadi. Saya bukanlah satu-satunya orang yang beruntung mendapatkan motivasi itu. Sudah ratusan anak NTT yang berhasil melanjutkan studi di luar negeri berkat motivasi yang didapat secara pribadi maupun lewat Forum Academia for NTT Development disingkat Forum Academia NTT (FAN), sebuah forum yang digagas oleh Dr. Lassa tahun 2004. Setiap tahun puluhan anak NTT anggota FAN berhasil menerima berbagai beasiswa bergengsi untuk studi lanjut ke beragam negara seperti ADS/AAS ke Australia, Fulbrigt ke AS, StuNed ke Belanda maupun ke negara-negara lain seperti Inggris, Jepang dan Jerman. Ada juga beberapa orang di perguruan tinggi ternama di Pulau Jawa.
Jumlah itu cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring makin gencarnya informasi dari FAN. Contohnya penerima beasiswa ADS/AAD dari NTT untuk melanjutkan S2 dan S3 ke Australia tahun 2011, 2012 dan 2013 berturut-turut sebanyak 26, 46 dan 35 orang. Mereka yang telah berhasil mendapat beasiswa dengan sukarela berbagi informasi, tips dan trik untuk membantu mereka yang belum berhasil, demikian seterusnya.
Suasana kelas
Suasana kelas Berburu Beasiswa ala FAN (Dok. FAN/Olyvianus Dadi Lado).
Untuk mendukung visi besar FAN mendorong sebanyak mungkin anak NTT mendapat beasiswa, FAN pun membuat langkah konkret dengan membuka grup Facebook “Berburu Beasiswa a la FAN” untuk bertukar informasi yang berhubungan dengan lowongan beasiswa. FAN juga menyelenggarakan kelas diskusi dimana para pemburu beasiswa berjumpa di Kupang setiap akhir pekan membahas berbagai hal seputar beasiswa. Siapa saja yang berminat bisa hadir di sana, GRATIS pula.
Kelas berburu beasiswa ala FAN ini diisi oleh alumni-alumni penerima beasiswa LN yang membagikan kiat-kiat penting sesuai pengalaman pribadi. Diantaranya bagaimana trik meningkatkan nilai TOEFL, kiat menulis motivation statement yang baik, tips menghadapi wawancara hingga hal-hal ringan seperti bagaimana peluang menambah penghasilan dengan belajar sambil bekerja di negara orang termasuk cerita tentang iklim dan culture shock yang sering mempengaruhi studi di sana.
Terbentuknya Forum Academia NTT sendiri adalah sebuah ide brilian Dr. Lassa yang saat itu tengah menempuh Studi Master Pembangunan di Inggris. Awalnya bersama beberapa mahasiswa NTT yang sedang studi di dalam maupun luar negeri bersepakat membentuk forum berbasis mailing list yang tujuan utamanya berbagi informasi peluang dan kiat melamar beasiswa S2/S3 juga untuk saling bersapa ria antara anak-anak NTT around the globe.
Seiring dengan berjalannya waktu dan melihat dinamika diskusi di milist itu, mencuat ide untuk membuat kiprah FAN lebih nyata, bukan sekedar berdiskusi di dunia maya tapi juga kegiatan lain yang lebih luas dan turut dirasakan seluruh masyarakat NTT. Maka disepakati untuk menyelenggarakan NTT Academia Award (NTT AA).
Dr. Ben Mboi, Mantan Gubernur NTT (1978-1988) memberikan orasi ilmiah ketika menerima NTT Academia Award kategori Lifetime Achievement tahun 2012 (Dok. I Wayan Mudita).
Dr. Ben Mboi, Mantan Gubernur NTT (1978-1988) memberikan orasi ilmiah ketika menerima NTT AA tahun 2012 kategori Lifetime Achievement (Dok. IW Mudita).
 Noverius Nggili, Ketua Geng Motor Imut Kupang, Pemenang NTT Academia Award tahun 2010 kategori Inovasi Keteknikan (Dok. FAN/Wilson Therik)
Noverius Nggili, Ketua Geng Motor Imut Kupang, Pemenang NTT Academia Award tahun 2010 kategori Inovasi Keteknikan (Dok. FAN/Wilson Therik)
NTTAcademia Award merupakan penghargaan tahunan yang dicitrakan dan dimaknai sebagai penghargaan prestasi tertinggi di bidang pendidikan maupun inovasi dalam rangka mempercepat pembangunan Provinsi NTT. Atau sederhananya, NTT AA adalah “Hadiah Nobel” tingkat Provinsi NTT. Penerimanya bisa berasal dari petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, akademisi, guru, seniman, wartawan, rohaniwan, filsuf, dan pihak manapun yang dengan caranya telah berkontribusi bagi akselerasi pembangunan NTT.
Sejak pertama diadakan tahun 2007, banyak orang yang memiliki prestasi bagi pembangunan NTT telah diberi penghargaan ini. Sampai dengan kali ke-7 penyelenggaraannya, tahun 2013, tercatat murid SMP Terbuka hingga doktor peneliti di universitas, ibu rumah tangga hingga aktifis LSM, petani dari desa hingga mantan Gubernur pernah menerima penghargaan ini. Pada NTT AA ke-7, ada 4 kategori penghargaan yang diberikan yaitu: inovasi keilmuan, inovasi dan perubahan sosial, kewirausahaan (entrepreneurship), dan life time achievement.
 Suasana kopi darat FAN 13 Oktober 2012 di OCD-Beach Cafe Lasiana-Kupang (Dok. FAN/Wilson Therik).
Suasana kopi darat FAN 13 Oktober 2012 di OCD-Beach Cafe Lasiana-Kupang (Dok. FAN/Wilson Therik).
Aktifitas lain yang diselenggarakan sebagai wujud sumbangsih FAN bagi pembangunan NTT adalah “kopi darat FAN” yaitu ajang diskusi membahas dan mencari solusi berbagai isu yang sedang hangat dalam masyarakat seperti pelayanan publik, program pemerintah, hasil pembangunan, dll dengan menghadirkan narasumber-narasumber yang berkompeten. Forum Academia NTT juga merintis kajian-kajian tentang pembangunan Indonesia Timur khususnya Provinsi NTT yang ditampilkan lewat situsnya.
Semua itu dilakukan segenap anggota FAN secara mandiri, gotong royong, sukarela dan penuh rasa kekeluargaan.
Kini FAN semakin berkembang, beranggotakan hampir 1.000 orang dari berbagai latar belakang baik itu akademisi, politisi, pengusaha hingga pelajar yang punya keterbebanan akan kemajuan NTT. Jumlah pemburu beasiswa yang bergabung dalam grup Facebook lebih banyak lagi, sampai tulisan ini dibuat anggotanya sudah sebanyak 2.661 orang.
Karena itu ketika Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-JK membuka peluang masyarakat ikut mengusulkan figur potensial untuk masuk dalam kabinetnya, saya mendukung penuh Dr. Jonatan Lassa masuk mengisi pos Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal. FAN adalah bukti nyata kontribusi Dr. Lassa bagi pembangunan khususnya NTT. Di saat figur lain masih mencari formula tepat untuk mendorong pembangunan daerah tertinggal (termasuk NTT), Dr. Lassa telah menerapkan sebuah strategi yang tidak umum dengan sasaran utama pembangunan SDM.
Dr. Jonatan Lassa membuktikan bahwa keterbatasan sarana tidak harus menjadi peghambat terbesar, kekayaan SDA bukanlah penentu kemajuan. Eksistensi FAN selama satu dekade belakangan sejalan dengan program besar Jokowi-JK yang menempatkan manusia sebagai kekayaan utama negara kita. Kiprah FAN mendukung ide besar “revolusi mental” membangun SDM negara kita agar kompatibel dengan kemajuan jaman. Saatnya bersama merubah paradigma dari pasif menjadi aktif, dari penonton menjadi pelaku, dari pesimis menjadi optimis, dan dari mengeluh menjadi fokus mencari solusi.

Soaurce :  http://sosok.kompasiana.com/2014/08/06/revolusi-mental-a-la-forum-academia-ntt-sebuah-kontribusi-nyata-dr-jonatan-lassa-667316.html

 

 

0 komentar :

Posting Komentar

Blogroll