Dr. Jonatan Lassa berbicara pada acara penganugerahan NTT Academia Award 2013 (Dok. FAN/Nike Frans).
“Revolusi Mental” a la Forum Academia NTT, Sebuah Kontribusi Nyata Dr. Jonatan Lassa
Dorongan semangat untuk terus mengasah
kemampuan dan terus berusaha memperoleh beasiswa studi lanjut (S2) ke
luar negeri (LN) selalu diucapkan dalam setiap kesempatan berjumpa
dengan Dr. Ing. Jonatan Lassa, MSc. Sejak mengenalnya
awal dekade 2000-an, entah sudah berapa banyak kali ungkapan, “tembak
sepuluh pasti dapat satu” terlontar dari mulutnya memotivasi saya untuk
terus berusaha melamar beasiswa. Kalimat itu sebagai penyederhanaan dari
prinsip, “If you search not much, you may find not much” bila tidak banyak yang anda cari/kejar, mungkin tidak banyak pula yang anda dapatkan).
Awal mengenalnya, saya masih tercatat
sebagai mahasiswa di Jurusan Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana
Kupang. Pertanyaan, “sudah kirim berapa lamaran bu(ng)?” Atau, “sudah
tentukan bidang yang ingin digeluti dan sudah paham relevansinya bagi
NTT?” Adalah pertanyaan-pertanyaan yang selalu terlontar. Tak lupa pula
beliau menanyakan perkembangan nilai TOEFL sebagai syarat untuk lebih mudah menggenggam sebuah beasiswa.
Beliau seolah tak bosan berbagi tips dan
trik meraih beasiswa LN serta selalu bersedia memberikan surat
rekomendasi, syarat lain yang pasti diminta penyedia beasiswa.
Singkatnya bila menyebut nama Jonatan
Lassa yang pertama terbayang pasti motivasi untuk melanjutkan studi di
dalam maupun luar negeri dengan beasiswa. Beliau selalu meyakinkan kalau
kemampuan orang NTT dalam hal pendidikan tidak tertinggal dari daerah
lain. Stigma tertinggal harus dieliminir, gantikan dengan kepercayaan
diri bahwa kita mampu, apapun rintangannya. Kualitas SDM NTT tidak kalah
dengan orang dari daerah lain di Indonesia.
Tidak ada orang yang bodoh, hanya orang
yang malas berusaha. Berbagai hambatan seperti keterbatasan ekonomi bisa
diatasi dengan mencari beasiswa, minimnya fasilitas pendidikan yang
tersedia di NTT bisa diakali dengan mencarinya ke luar daerah hingga
luar negeri. Strategi yang ditawarkan adalah tempuh dulu jenjang S1 di
perguruan tinggi lokal yang ada di NTT sambil memperlengkapi diri untuk
bisa meraih beasiswa S2-S3 di luar.
Berbagai motivasi itu diberikan bukan
sekedar retorika belaka karena beliau sendiri telah membuktikannya.
Tamat dari sebuah SMA Negeri di Kabupaten Timor Tengah Selatan, beliau
melanjutkan studi S1 ke Universitas Widya Mandira Kupang. Studi pasca
sarjana ditempuh di University of East Anglia Inggris, lalu melajutkan studi doktoral di University of Bonn Jerman dan terakhir menempuh post doctoral di Harvard University Amerika Serikat. Studi S2 hingga post doctoral dijalani dengan beasiswa penuh.
Begitu kuatnya motivasi yang diberikan
Dr. Lassa membuat saya bertekad untuk bisa melanjutkan studi ke LN
apapun kondisinya. Hingga ketika tahun 2010 saya berhasil menembus tahap
akhir seleksi beasiswa International Fellowships Program (IFP) - Ford Foundation,
saya berani untuk diwawancarai sekalipun dalam kondisi kritis di ICU
akibat penyakit Mielitis Transversa. Saaat diwawancarai di ruang ICU
RSUD WZ Yohannes Kupang, saya dalam kondisi nyaris tidak bisa berbicara
dan sekujur tubuh melekat berbagai atribut khas ICU seperti O2, infus,
alat perekam kinerja jantung, tensimeter, hingga selang NGT yang
dimasukkan ke lambung lewat hidung. Lebih lengkapnya baca artikel Impianku Meraih Ilmu di Luar Negeri Kandas di ICU.
Itulah sekilas gambaran pengaruh Dr.
Jonatan Lassa yang saya rasakan secara pribadi. Saya bukanlah
satu-satunya orang yang beruntung mendapatkan motivasi itu. Sudah
ratusan anak NTT yang berhasil melanjutkan studi di luar negeri berkat
motivasi yang didapat secara pribadi maupun lewat Forum Academia for NTT Development disingkat Forum Academia NTT (FAN),
sebuah forum yang digagas oleh Dr. Lassa tahun 2004. Setiap tahun
puluhan anak NTT anggota FAN berhasil menerima berbagai beasiswa
bergengsi untuk studi lanjut ke beragam negara seperti ADS/AAS ke Australia, Fulbrigt ke AS, StuNed
ke Belanda maupun ke negara-negara lain seperti Inggris, Jepang dan
Jerman. Ada juga beberapa orang di perguruan tinggi ternama di Pulau
Jawa.
Jumlah itu cenderung meningkat dari
tahun ke tahun seiring makin gencarnya informasi dari FAN. Contohnya
penerima beasiswa ADS/AAD dari NTT untuk melanjutkan S2 dan S3 ke
Australia tahun 2011, 2012 dan 2013 berturut-turut sebanyak 26, 46 dan
35 orang. Mereka yang telah berhasil mendapat beasiswa dengan sukarela
berbagi informasi, tips dan trik untuk membantu mereka yang belum
berhasil, demikian seterusnya.
Untuk mendukung visi besar FAN mendorong
sebanyak mungkin anak NTT mendapat beasiswa, FAN pun membuat langkah
konkret dengan membuka grup Facebook “Berburu Beasiswa a la
FAN” untuk bertukar informasi yang berhubungan dengan lowongan beasiswa.
FAN juga menyelenggarakan kelas diskusi dimana para pemburu beasiswa
berjumpa di Kupang setiap akhir pekan membahas berbagai hal seputar
beasiswa. Siapa saja yang berminat bisa hadir di sana, GRATIS pula.
Kelas berburu beasiswa ala FAN ini diisi
oleh alumni-alumni penerima beasiswa LN yang membagikan kiat-kiat
penting sesuai pengalaman pribadi. Diantaranya bagaimana trik
meningkatkan nilai TOEFL, kiat menulis motivation statement
yang baik, tips menghadapi wawancara hingga hal-hal ringan seperti
bagaimana peluang menambah penghasilan dengan belajar sambil bekerja di
negara orang termasuk cerita tentang iklim dan culture shock yang sering mempengaruhi studi di sana.
Terbentuknya Forum Academia NTT sendiri
adalah sebuah ide brilian Dr. Lassa yang saat itu tengah menempuh Studi
Master Pembangunan di Inggris. Awalnya bersama beberapa mahasiswa NTT
yang sedang studi di dalam maupun luar negeri bersepakat membentuk forum
berbasis mailing list yang tujuan utamanya berbagi informasi
peluang dan kiat melamar beasiswa S2/S3 juga untuk saling bersapa ria
antara anak-anak NTT around the globe.
Seiring dengan berjalannya waktu dan
melihat dinamika diskusi di milist itu, mencuat ide untuk membuat kiprah
FAN lebih nyata, bukan sekedar berdiskusi di dunia maya tapi juga
kegiatan lain yang lebih luas dan turut dirasakan seluruh masyarakat
NTT. Maka disepakati untuk menyelenggarakan NTT Academia Award (NTT AA).
NTTAcademia Award merupakan penghargaan
tahunan yang dicitrakan dan dimaknai sebagai penghargaan prestasi
tertinggi di bidang pendidikan maupun inovasi dalam rangka mempercepat
pembangunan Provinsi NTT. Atau sederhananya, NTT AA adalah “Hadiah Nobel” tingkat Provinsi NTT.
Penerimanya bisa berasal dari petani, nelayan, mahasiswa, pelajar,
akademisi, guru, seniman, wartawan, rohaniwan, filsuf, dan pihak manapun
yang dengan caranya telah berkontribusi bagi akselerasi pembangunan
NTT.
Sejak pertama diadakan tahun 2007,
banyak orang yang memiliki prestasi bagi pembangunan NTT telah diberi
penghargaan ini. Sampai dengan kali ke-7 penyelenggaraannya, tahun 2013,
tercatat murid SMP Terbuka hingga doktor peneliti di universitas, ibu
rumah tangga hingga aktifis LSM, petani dari desa hingga mantan Gubernur
pernah menerima penghargaan ini. Pada NTT AA ke-7, ada 4 kategori
penghargaan yang diberikan yaitu: inovasi keilmuan, inovasi dan
perubahan sosial, kewirausahaan (entrepreneurship), dan life time achievement.
Aktifitas lain yang diselenggarakan
sebagai wujud sumbangsih FAN bagi pembangunan NTT adalah “kopi darat
FAN” yaitu ajang diskusi membahas dan mencari solusi berbagai isu yang
sedang hangat dalam masyarakat seperti pelayanan publik, program
pemerintah, hasil pembangunan, dll dengan menghadirkan
narasumber-narasumber yang berkompeten. Forum Academia NTT juga merintis
kajian-kajian tentang pembangunan Indonesia Timur khususnya Provinsi
NTT yang ditampilkan lewat situsnya.
Semua itu dilakukan segenap anggota FAN secara mandiri, gotong royong, sukarela dan penuh rasa kekeluargaan.
Kini FAN semakin berkembang,
beranggotakan hampir 1.000 orang dari berbagai latar belakang baik itu
akademisi, politisi, pengusaha hingga pelajar yang punya keterbebanan
akan kemajuan NTT. Jumlah pemburu beasiswa yang bergabung dalam grup Facebook lebih banyak lagi, sampai tulisan ini dibuat anggotanya sudah sebanyak 2.661 orang.
Karena itu ketika Presiden dan Wakil
Presiden terpilih Jokowi-JK membuka peluang masyarakat ikut mengusulkan
figur potensial untuk masuk dalam kabinetnya, saya mendukung penuh
Dr. Jonatan Lassa masuk mengisi pos Menteri Pembangunan Daerah
Tertinggal. FAN adalah bukti nyata kontribusi Dr. Lassa bagi pembangunan
khususnya NTT. Di saat figur lain masih mencari formula tepat untuk
mendorong pembangunan daerah tertinggal (termasuk NTT), Dr. Lassa telah
menerapkan sebuah strategi yang tidak umum dengan sasaran utama
pembangunan SDM.
Dr. Jonatan Lassa membuktikan bahwa
keterbatasan sarana tidak harus menjadi peghambat terbesar, kekayaan SDA
bukanlah penentu kemajuan. Eksistensi FAN selama satu dekade belakangan
sejalan dengan program besar Jokowi-JK yang menempatkan manusia sebagai
kekayaan utama negara kita. Kiprah FAN mendukung ide besar “revolusi mental”
membangun SDM negara kita agar kompatibel dengan kemajuan jaman.
Saatnya bersama merubah paradigma dari pasif menjadi aktif, dari
penonton menjadi pelaku, dari pesimis menjadi optimis, dan dari mengeluh
menjadi fokus mencari solusi.
Soaurce : http://sosok.kompasiana.com/2014/08/06/revolusi-mental-a-la-forum-academia-ntt-sebuah-kontribusi-nyata-dr-jonatan-lassa-667316.html
0 komentar :
Posting Komentar